Halaman

7. Tahap Penyusunan Tes


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Setiap kegiatan belajar harus diketahui sejauh mana proses belajar tersebut telah memberikan nilai tambah bagi kemampuan siswa. Salah satu cara untuk melihat peningkatan kemampuan tersebut adalah dengan melakukan tes. Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang akan diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan).
Ada beberapa prinsip dasar yang perlu dicermati di dalam menyusun tes hasil belajar agar tes tersebut dapat mengukur tujuan instruksional khusus untuk mata pelajaran yang telah diajarkan, atau mengukur kemampuan dan keterampilan peserta didik yang diharapkan, setelah mereka menyelesaikan suatu unit pengajaran tertentu. Pertama, tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional. Kedua, butir-butir tes hasil belajar harus merupakan sampel yang representative dari populasi bahan pelajaran yang telah diajarkan, sehingga dapat dianggap dapat mewakili seluruh performanceyang telah diperoleh selama pesrta didik mengikuti suatu unit pengajaran. Ketiga, bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus dibuat bervariasi. Keempat, tes hasil belajar harus didasain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kelima, tes hasil belajar harus memiliki realibilitas yang dapat diandalkan. Keenam, tes hasil balajar disamping harus dapat dijadikan alat pengukur keberhasilan belajar siswa, juga harus dapat dijadikan alat untuk mencari informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu sendiri.
B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana pengertian dari tes?
2.    Bagaimana pengembangan tes pada kawasan( kognitif, afektif, dan psikomotor) ?
3.    Apa saja tahap-tahap dalam penyusunan tes?
C.  Tujuan
1)   Untuk mengetahui pengertian dari tes.
2)   Untuk mengetahui pengembangan tes pada kawasan( kognitif, afektif, dan psikomotor)
3)   Untuk mengetahui Tahap-tahap dalam penyusunan tes
  

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Tes
Tes adalah alat untuk memperoleh data tentang perilaku individu ( Allen dan Yen, 1979:1). Karena itu, didlam tes terdapat sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab atau tugas yang harus dikerjakan, yang akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis tertentu ( sampel perilaku ) berdasarkan jawaban yang diberikan individu yang dikenai tes tersebut ( anastari, 1982:22 ).
Dengan demikian ada tiga hal yang penting dalam pengertian tes, pertama adalah sebutan pengukuaran. Pemberian tes (testing adalah bagian dari kegiatan pengukuran (measurement). Kedua tes adalah alat untuk mengukur sampel pengetahuan atau kemampuan yang dimiliki seseorang. oleh karena itu, pemberian tes sebenarnya terbatas dari segi waktu pelaksanannya; pengetahuan dan kemampuan yang di ukur bersifat luas hampir tanpa batas, sedangkan gambaran pengetahuan dan kemampuan yang diperoleh melalui tes merupakan sampel dari semua pengetahuan dan kemampuan yang mungkin dimiliki oleh pembelajar. Ketiga, tes adalah penafsiran angka yang diperoleh untuk menentukan cukup baik atau tidaknya seseorang pembalajar dalam mencapai suatu tujuan.

B.  Mengembangkan tes pada kawasan ( kognitif, afektif, dan psikomotor )
1.    Mengembangkan  Tes pada Domain Kognitif
Pada  dasarnya  akan  sangat mudah mengembangkan  tes  untuk  mengukur indikator pencapaian hasil belajar pencapaian kawasan  (domain) kognitif, hampir semua jenis tes dengan  berbagai bentuk soal  dapat digunakan untuk  mengukur kawasan ini seperti misalnya :
a.    Tes Lisan
Pertanyaan secara lisan masih sering digunakan untuk mengukur daya serap peserta  didik  pada  kawasan  kognitif.  Yang  perlu  Anda  ingat  tes  lisan  harus disampaikan dengan jelas, dan semua peserta didik harus diberi kesempatan yang sama.  Beberapa  prinsip  yang  harus  dipedomani  adalah  memberi  waktu  untuk berpikir, baru menunjuk peserta untuk menjawab pertanyaan. Tingkat berpikir untuk pertanyaan lisan di kelas cenderung rendah, seperti pengetahuan dan pemahaman. Jawaban salah satu siswa harus dikembalikan ke forum kelas untuk ditanggapi siswa yang lain.
b.    Tes  Pilihan Ganda
Ketika Anda mengembangkan   tes pilihan ganda hendaknya memperhatikan sepuluh pedoman penulisannya yaitu:
1)   soal harus jelas,
2)   isi pilihan jawaban homogen dalam arti isi,
3)   panjang kalimat pilihan jawaban relatif sama,
4)   tidak ada petunjuk jawaban benar, 
5)   hindari mengggunakan pilihan jawaban “semua benar “ atau “semua salah”,
6)   pilihan jawaban angka diurutkan,
7)   pilihan jawaban logis dan tidak menggunakan negatif ganda,
8)   kalimat yang digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta tes,
9)   menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan baku, dan
10)         letak pilihan jawaban benar ditentukan secara acak.
c.    Bentuk Tes  uraian Obyektif
Bentuk ini tepat digunakan untuk bidang Matematika dan IPA, karena kunci jawabannya hanya satu. Pengerjaan soal ini melalui suatu prosedur atau langkahlangkah tertentu. Setiap langkah ada skornya. Objektif disini dalam arti apabila diperiksa oleh beberapa guru dalam bidang studi tersebut hasil penskorannya akan sama. Pertanyaan pada bentuk soal ini di antaranya adalah: hitunglah, tafsirkan, buat kesimpulan dsbnya.
Tes ini menuntut siswa menyampaikan, memilih, menyusun, dan memadukan gagasan dan ide-idenya dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Keunggulan bentuk tes ini dapat mengukur tingkat berpikir dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu mulai dari hapalan sampai dengan evaluasi.


d.   Bentuk Tes jawaban Singkat
Tes ini mengharuskan siswa menuliskan jawaban singkatnya sesuai dengan petunjuk. Ada tiga jenis soal bentuk ini, yaitu: jenis pertanyaan, jenis melengkapi atau isian, dan jenis identifikasi atau asosiasi. Ketika Anda menyusun tes bentuk ini perhatikan keharusannya yaitu; soal mengacu pada indikator, rumusan kalimat soal harus komunikatif, dan tidak menimbulkan interpretasi ganda.
2.    Mengembangkan  Tes pada Domain Afektif
Pengembangan tes pada domain afektif ini, untuk beberapa fokus sikap diantaranya adalah :
a.    Sikap terhadap mata pelajaran
Tes  sikap  terhadap  mata  pelajaran  dapat  diberikan  pada  awal  atau  akhir program  agar siswa  memiliki sikap yang lebih baik pada suatu mata pelajaran. Perlu dilakukan   tindakan bila sebagian besar siswa bersikap negatif pada mata pelajaran tertentu.
b.    Sikap positif terhadap belajar
Siswa  diharapkan  memiliki  sikap  yang  baik  terhadap  belajar.  Siswa  yang memiliki sikap positif terhadap belajar cenderung menjadi pembelajar pada masa depan.
c.    Sikap  terhadap diri sendiri
Meskipun harga diri siswa dipengaruhi oleh keluarga dan kejadian di luar sekolah, hal-hal yang terjadi di kelas diharapkan dapat meningkatkan harga diri siswa.
d.   Sikap positif terhadap perbedaan
Siswa perlu mengembangkan sikap yang lebih toleran dan menerima perbedaan seperti etnik,  jender, kebangsaan dan keagamaan.
e.    Sikap terhadap permasalahan faktual yang ada di sekitarnya
Penilaian afektif juga dapat melihat fokus nilai semacam kejujuran, integritas, keadilan, dan nilai kebebasan. Fokus penilaian afektif dapat dikenakan terhadap permasalahan-permasalahan aktual di sekitar siswa.
Penilaian sikap dapat dilakukan dengan beberapa cara atau teknik antara lain: observasi perilaku, pertanyaan langsung, dan laporan pribadi. Hasil observasi perilaku dapat dijadikan sebagai umpan balik dalam pembinaan. Perilaku adalah kecenderungan seseorang dalam sesuatu hal.
Pada tes ini biasanya digunakan dengan   memanfaatkan   skala likert. Langkah-langkah dalam menyusun skala likert antara lain adalah:
1)   Memilih variabel afektif yang akan diukur;
2)   Membuat beberapa pernyataan tentang variabel afektif yang dimaksudkan;    
3)   Mengklasifikasikan pernyataan positif atau negatif;
4)   Menentukan jumlah gradual dan frase atau angka yang dapat menjadi alternatif pilihan;
5)   Menyusun  pernyataan dan pilihan jawaban menjadi  sebuah  alat penilaian;
6)   Melakukan ujicoba;
7)   Membuang butir-butir pernyataan yang kurang baik; dan
8)   Melaksanakan penilaian.
3.    Mengembangkan  Tes pada Domain Psikomotor
Pada umumnya pelajaran yang termasuk kelompok psikomotor adalah mata pelajaran  yang  indikator  keberhasilan  yang  lebih  beorientasi  pada  gerakan  dan menekankan  pada  reaksi-reaksi  fisik  atau  keterampilan  tangan.  Hasil  belajar psikomotor dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
a.    specific responding, siswa baru mampu merespons hal-hal yang sifatnya fisik, yang dapat didengar, dilihat, atau diraba, misalnya memegang raket, memegang bed untuk tenis meja dsb. dan 
b.    motor chaining, siswa sudah mampu menggabungkan lebih dari dua keterampilan dasar  menjadi  satu  keterampilan  gabungan,  misal  memukul  bola,  menggergaji, menggunakan  jangka  sorong.  Pada  tingkat  rule  using  siswa  sudah  dapat menggunakan hukum-hukum dan atau pengalaman-pengalaman untuk melakukan keterampilan yang komplek, misal bagaimana  memukul  bola  yang  tepat  agar dengan tenaga yang sama namun hasilnya lebih keras.
Gagne (1977) berpendapat bahwa ada 2 kondisi yang dapat mengoptimalkan hasil belajar keterampilan yaitu kondisi internal dan eksternal.
1)   Untuk kondisi internal dapat dilakukan dengan cara, yakni :
a)    mengingatkan kembali sub-sub keterampilan yang sudah dipelajari dan
b)   mengingatkan prosedur-prosedur atau langkah-langkah gerakan yang telah dikuasainya.
2)   Untuk kondisi eksternal dapat dilakukan dengan:
a)    instruksi verbal,
b)   gambar,
c)    demonstrasi,
d)   praktik, dan
e)    umpan balik.
Soal untuk ranah psikomotor juga harus mengacu pada standar kompetensi yang sudah dijabarkan menjadi kompetensi dasar. Setiap butir standar kompetensi dijabarkan menjadi 3 sampai dengan 6 butir kompetensi dasar. Selanjutnya setiap butir kompetensi dasar dapat dijabarkan menjadi 3 sampai dengan 6 indikator dan setiap indikator harus dapat dibuat lebih dari satu butir soal. Namun, ada kalanya satu butir soal ranah psikomotor terdiri dari beberapa indikator.
Instrumen psikomotor ini terdiri dari dua macam, yaitu :
1)   Menyusun  Soal
Menyusun  soal  dapat  diawali  dengan  mencermati  kisi-kisi  instrumen psikomotor  yang  telah  dibuat.  Soal  harus  dijabarkan  dari  indikator  dengan memperhatikan materi pokok dan pengalaman belajar. Namun adakalanya soal ranah psikomotor untuk ujian    blok yang biasanya sudah mencapai tingkat psikomotor manipulasi, mencakup beberapa indikator.
2)   Menyusun Lembar Observasi dan Lembar Penilaian
Lembar observasi dan lembar penilaian harus mengacu pada soal. Soal atau lembar tugas atau perintah kerja inilah yang selanjutnya dijabarkan menjadi aspek-aspek keterampilan.

C.  Bentuk-bentuk Penyusunan Tes
1.    Penyusunan Tes Tertulis
Sebagai alat pengukur perkembangan dan kemajuan belajar peserta didik, apabila ditinjau dari segi bentuk soal-soal, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tes belajar bentuk uraian (tes subjektif), dan tes hasil belajar bentuk obyektif.
a.   Tes uraian
Pada umumnya  berbentuk esai (uraian). Tes bentuk esai adalah sejenis tes kemampuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. Ciri-ciri pertanyaannya didahului dengan kata-kata seperti uraikan, jelaskan, mengapa, bagaimana, bandingkan, simpulkan, dan sebagainya. Soal-soal bentuk esai biasanya jumlahnya tidak banyak, hanya sekitar 5-10 buah dalam waktu kira-kira 90-120 menit. Soal-soal bentuk esai menuntut kemampuan siswa untuk dapat mengorganisir, menginterpretasi, menghubungkan pengertian-pengertian yang telah dimiliki. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa tes esai menuntut siswa untuk dapat mengingat-ingat dan mengenal kembali, dan terutama harus mempunyai daya kreativitas yang tinggi.
Petunjuk penyusunan tes uraian adalah :
1)   Hendaknya soal-soal tes dapat meliputi ide-ide pokok dari bahan yang diteskan, dan kalau mungkin disusun soal yang sifatnya komprehensif.
2)   Hendaknya soal tidak mengambil kalimat-kalimat yang disalin langsung dari buku atau catatan.
3)   Pada waktu menyusun, soal-soal itu sudah dilengkapi dengan kunci jawaban serta pedoman penilaiannya.
4)   Hendaknya diusahakan agar pertanyaan bervariasi antara “jelaskan”, “mengapa”, “bagaimana”, “seberapa jauh”, agar dapat diketahui lebih jauh penguasaan siswa terhadap bahan.
5)   Hendaknya rumusan soal dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dipahami oleh siswa.
6)   Hendaknya ditegaskan model jawaban apa yang dikehendaki oleh penyusun tes.


b. Tes objektif
1)   Tes benar-salah (true-false)
Tes obyektif bentuk true-false adalah salah satu bentuk tes obyektif dimana butir-butir soal yang diajukan dalam tes hasil belajar itu berupa pernyataan, pernyataan ada yang benar dan ada yang salah.
Petunjuk penyusunan tes benar-salah adalah:
a)    Tulislah huruf B-S pada permulaan masing-masing item dengan maksud untuk mempermudah mengerjakan dan menilai (scoring).
b)   Usahakan agar jumlah butir soal yang harus dijawab B sama dengan butir soal yang harus dijawab S. Dalam hal ini hendaknya pola jawaban tidak bersifat teratur misalnya B-S-B-S-B-S atau SS-BB-SS-BB-SS.
c)     Hindari item yang masih bisa diperdebatkan.
Contoh:
B-S Kekayaan lebih penting dari pada kepandaian.
d)   Hindarilah pertanyaan-pertanyaan yang persis dengan buku.
e)    Hindarilah kata-kata yang menunjukan kecenderungan memberi saran seperti yang dikehendaki oleh item yang bersangkutan, misalnya: semuanya, tidak selalu, tidak pernah dan sebagainya.
2)   Tes pilihan ganda (multiple choice test)
Multiple choice test terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum lengkap. Dan untuk melengkapinya harus memllilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan.
Pada dasarnya, soal bentuk pilihan ganda ini adalah soal bentuk benar salah juga, tetapi dalam bentuk jamak. Testee diminta membenarkan atau menyalahkan setiap item dengan tiap pilihan jawab. Kemungkinan jawaban itu biasanya sebanyak tiga atau empat buah, tetapi adakalanya dapat juga lebih banyak (untuk tes yang akan diolah dengan komputer banyaknya option diusahakan 4 buah).
3)   Menjodohkan  (Matching test)
Matching test dapat diganti dapat diganti dengan istilah mempertandingan, mencocokkan, memasangkan, atau menjodohkan. Matching test terdiri atas satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaan mempunyai tercantum dalam seri jawaban.
Petunjuk-petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menyusun tes bentuk matching ialah:
a.    Seri pertanyaan-pertanyaan dalam Matching testhendaknya tidak lebih dari sepuluh soal (item). Sebab pertanyaan-pertanyaan yang banyak itu akan membingungkan murid. Juga kemungkinan akan mengurangi homogenitas antara item-item itu.
b.    Jumlah jawaban yang harus dipilih, harus lebih banyak dari pada jumlah soalnya (kurang lebih 1 ½  kali). Dengan demikian murid dihadapkan kepada banyak pilihan, yang semuanya mempunyai kemungkinan benarnya, sehingga murid terpaksa lebih menggunakan pikirannya.
c.    Antara item-item yang tergabung dalam satu seri matching test harus merupakan pengertian-pengertian yang benar-benar homogen.
4)   Tes isian (complection test)
Complection test biasa kita sebut dengan istilah tes isian, tes menyempurnakan, atau tes melengkapi. complection test terdiri atas kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang dihilangkan. Bagian yang dihilangkan atau yang diisi oleh murid ini adalah merupakan pengertian yang kita minta dari murid.
Saran-saran dalam menyusun tes bentuk isian ini adalah sebagai berikut:
a)    Perlu selalu diingat bahwa kita tidak dapat merencenakan lebih dari satu jawaban yang kelihatan logis.
b)   Jangan mengutip kalimat/pertanyaan yang tertera pada buku/catatan.
c)    Diusahakan semua tempat kosong hendaknya sama panjang.
d)   Diusahakan hendaknya setiap pertanyaan jangan mempunyai lebih dari satu tempat kosong.
e)    Jangan mulai dengan tempat kosong.

2.    Penyusunan Tes Lisan
Tes lisan digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar berupa kemampuan untuk mengemukakan pendapat-pendapat atau gagasan-gagasan secara lisan.
Berberapa petunjuk berikut ini dapat dipergunakan dalam tes lisan
a.    Sebelum tes lisan dilaksanakan, seyogyanya tester sudah melakukan inventarisasi berbagai jenis soal yang akan diajukan kepada teste dalam tes lisan tersebut, sehingga tes lisan dapat diharapkan memiliki validitas yang tinggi, baik dari segi isi maupun kontruksinya.
b.    Setiap butir soal yang telah ditetapkan untuk diajukan kepada tes lisan itu, juga harus disiapkan sekaligus pedoman atau ancar-ancar jawaban betulnya.
c.    Jangan sekali-kali menentukan skor atau nilai hasil tes lisan setelah seluruh teste menjalani tes lisan. Skor atau nilai hasil tes lisan harus dapat ditentukan disaat masing-masing teste selesai dites. Hal ini dimaksudkan agar pemberian skor atau nilai hasil tes lisan yang diberikan kepasa teste itu tidak dipengaruhi oleh jawaban yang diberikan oleh testee yang lain.
d.   Tes belajar yang dilaksanakan secara lisan hendaknya jangan sampai menyimpang atau berubah arah dari evaluasi menjadi diskusi.
e.    Dalam rangka menegakkan prinsip objektivitas dan prinsip keadilan, dalam tes yang dilaksanakan secara lisan itu, tester hendaknya jangan sekali-kali “memberikan angin segar” atau “memancing-mancing” dengan kata-kata arau kalimat atau kode-kode tertentu yang sifatnya menolong testee karena menguji pada hakikatnya adalah mengukur bukan membimbing testee.

3.    Penyusunan tes tindakan
Tes tindakan dimaksudkan untuk mengukur keterampilan siswa dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam tes tindakan persoalan disajikan dalam bentuk tugas yang harus dikerjakan oleh testi.
Tes tindakan pada unumnya digunakan untuk mengukur taraf kompetensi  yang bersifat keterampilan (psikomotorik), dimana penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh testee tersebut.



D.  Tahap-Tahap Penyusunan Tes
Ada enam tahap dalam merencanakan dan menyusun tes agar diperoleh tes yang baik,yaitu:
1.    Pengembangan spesifikasi tes
Spesifikasi tes adalah suatu ukuran yang menunjukkan keseluruhan kualitas tes dan ciri-ciri yang harus dimiliki oleh tes yang akan dikembangkan.
2.    Penulisan soal
3.    Penelaahan soal, yaitu menguji validitas soal yang bertujuan untuk mencermati apakah butir-butir soal yang disusun sudah tepat untuk mengukur tujuan pembelajaran yang sudah dirumuskan, ditinjau dari segi isi/materi, kriteria dan psikologis.
4.    Pengujian butir-butir soal secara empiris, kegiatan ini sangat penting jika soal yang dibuat akan dibakukan.
5.    Penganalisisan hasil uji coba.
6.    Pengadministrasian soal

E.  Langkah-langkah Dalam Penyusunan Tes
Penyusunan tes dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.    Menentukan tujuan mengadakan tes
2.    Mengadakan pembatasan terhadap bahan yang akan diteskan.
3.    Merumuskan tujuan instruksional khusus dari tiap bagian bahan
4.    Manderetkan semua TIK dalam tabel persiapan yang memuat ula aspek tingkah laku terkandung dalam TIK itu. Tabel ini digunakan untuk mengadakan identifikasi terhadap tingkah laku yang dikehendaki, agar tidak terlewati.
5.    Menyusun tabel spesifikasi yang memuat pokok materi, aspek berpikir yang diukur beserta imbangan antara kedua hal tesebut.
Tabel spesifikasi yang juga dikenal dengan kisi-kisi adalah sebuah tabel yang didalamnya dimuat rincian materi tes dan tingkah laku beserta proporsi yang dikehendaki oleh penilai, dimana pada tiap petak dari tabel tersebut diisi dengan angka-angka yang menunjukan banyaknya butir soal yang akan dikeluarkan dalam tes hasil belajar.
Adapun dari arah taraf kompetensi, biasanya penilai menggunakan model yang dikembangkan oleh Bloom (1956). Menurut Benjamin S. Bloom, kompetensi kognitif peserta mulai dari yang paling rendah sampai dengan yang paling tinggi adalah
a.    Pengetahuan/ingatan
b.    Pemahaman
c.    Aplikasi atau penerapan
d.   Analisis
e.    Sintesis, dan
f.     Evaluasi.

6.    Menuliskan butir-butir soal, didasarkan atas TIK-TIK yang sudah dituliskan pada tabel TIK dan aspek tingkah laku yang dicakup.
F.   Komponen-komponen Penyusunan Tes
Komponen Atau Kelengkapan Sebuah Tes Terdiri Atas :
1.    Buku Tes
Buku Tes yaitu Lembaran atau buku yang memuat butir-butir soal yang harus dikerjakan oleh siswa.
2.    Lembar Jawaban Tes
Lembar Jawaban Tes yaitu Lembaran yang disediakan oleh penilaian bagi testee untuk mengerjakan tes.
3.    Kunci Jawaban Tes
Kunci Jawaban Tes berisi jawaban-jawaban yang dikehendaki. Kunci jawaban ini dapat berupa huruf-huruf yang dikehendaki atau kata/kalimat. Untuk tes bentuk uraian yang dituliskan adalah kata-kata kunci ataupun kalimat singkat untuk memberikan ancar-ancar jawaban.


Ide dari adanya kunci jawaban ini adalah agar
a.       Pemekrisaan tes dapat dilakukan oleh orang lain,
b.      Pemeriksaannya betul,
c.       Dilakukan dengan mudah,
d.      Sesedikit mungkin masuknya unsur subjektif.

4.    Pedoman penilaian
Pedoman penilaian atau pedoman scoring berisi keterangan perincian tentang skor atau angka yang diberikan kepada siswa bagi soal-soal yang telah dikerjakan.















BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Tes adalah alat untuk memperoleh data tentang perilaku individu ( Allen dan Yen, 1979:1). Karena itu, didlam tes terdapat sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab atau tugas yang harus dikerjakan, yang akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis tertentu ( sampel perilaku ) berdasarkan jawaban yang diberikan individu yang dikenai tes tersebut ( anastari, 1982:22 ).
Ada tiga hal yang penting dalam pengertian tes, pertama adalah sebutan pengukuaran. Pemberian tes (testing adalah bagian dari kegiatan pengukuran (measurement). Kedua tes adalah alat untuk mengukur sampel pengetahuan atau kemampuan yang dimiliki seseorang. Ketiga, tes adalah penafsiran angka yang diperoleh untuk menentukan cukup baik atau tidaknya sseorang pembalajar dalam mencapai suatu tujuan.
Sebuah tes harus sesuai dengan apa yang akan diukur sehigga dapat meberikan informasi yang benar. Dengan kata lain sebuah tes adalah alat yang dipakai untuk mengetahui ketercapaian keadaan yang diinginkan oleh pengetes, setelah terlebih dahulu meberikan perlakuan yang benar terhadap objek yang di tes. Tentuya sebuah tes harus dibuat berdasaran ketentuan-keetentuan atau prinsip tertentu yang sesuai dengen perlakuan yag diberikan kepada objek, sehingga informasi yang diahasilkan dapat dipercaya. Sebuah tes dapat dikatakan baik apabila memenuhi empat faktor yakni: Valid, Reriabel, praktis, dan objektif.






DAFTAR PUSTAKA

Amir Daien Indrakusuma. 1993. Evaluasi Pendidikan. Malang: Penerbit IKIP Malang.
Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar – Dasar Evaluasi Pendidikan Ed. Revisi, Cet. 7. Jakarta: Bumi Aksara.


0 Nasihat Jon:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Marbot Kadu Sikat WC | Kamar Mandi Wangi - KAMMI KOM.UNTIRTA | Pokoknya Nyaman